Kamis, 01 Oktober 2009

Mari Bicara Mari Bekerja

Ada sepasang pertanyaan dan jawaban yang aneh. Pertanyaannya adalah "Mengapa Tuhan menciptakan 1 mulut, sepasang tangan, sepasang kaki, sepasang mata, dan sepasang telinga?" Sedangkan jawabannya adalah "Agar manusia banyak bekerja dari pada bicara."

Saya hanya ingin tahu kenapa harus lebih banyak bekerja daripada bicara? Apakah benar hanya karena mulut lebih sedikit jumlahnya dari organ lainnya. Tidak puas hati saya mendapat jawaban seperti ini.

Apakah bicara mengikuti hukum ekonomi? Karena mulut lebih sedikit maka bicara itu mahal harganya. Jadi, tidak boleh terlalu banyak dilakukan dan tidak bisa bebas didengar oleh siapa pun.

Apakah bicara adalah kesia-siaan semata? tidak mungkin ini jawabannya. Plato sangat mengagungkan retorika dalam pencarian makna hidupnya dan Muhammad mendengungkan dakwah untuk menyebarkan kepasrahan kepada Tuhan dalam Islam.

Semakin saya tidak setuju dengan pernyataan orang-orang yang mengatakan Tuhan menginginkan manusia lebih banyak bekerja dari pada bicara. Tak yakin saya jika Tuhan yang berkata demikian. Jangan-jangan hanya sangkaan orang-orang saja yang membuat otak saya kebingungan.

Saya mencoba memperhatikan mandor dan kulinya. Sang mandor banyak bicara, dengan lantang tunjuk sana-sini, lalu marah dengan suara memecah bumi ketika sang kuli lalai dalam bekerja. Sedangkan sang kuli banyak bekerja, mengaduk adonan semen dan pasir, tapi bicara hanya sekadarnya. Siapa yang dibayar lebih mahal? Sang mandorlah jawabannya. Orang yang mengombinasikan apa yang sedang saya bingungkan. Dia adalah orang yang bekerja menggunakan mulut.

Mungkinkah masalah utama antara bicara dan bekerja itu bukan terletak pada jumlahnya? Masalahnya justru manfaat dari apa yang dibicarakan atau yang dikerjakan. Sepertinya tidak ada alasan untuk memperbanyak yang satu dan mengurangi yang lain tanpa mempertimbangkan manfaat yang didapatkan baik setelah bicara atau bekerja.

Setiap perang selalu diawali orasi panglima untuk mengobarkan semangat di dalam dada para pejuang. Setiap perang selalu diawali dengan latihan tanpa kenal lelah. Setiap perang selalu diawali dengan bicara tentang strategi. Adakah alasan untuk mengurangi bicara?

Mulut memang hanya satu tapi bukan berarti bicara tidak sebanding dengan bekerja. Tak hanya mulut kita yang bicara karena tubuh kita pun berbicara termasuk yang sepasang-sepasang itu. Tak hanya yang sepasang-sepasang itu yang bekerja karena mulut melakukan pekerjaannya juga.

Saat mulut kita tak bisa bicara, tangan mata, dan kaki kita menggantikan peran sang mulut untuk bicara. Saat tangan, mulut, dan kaki kita tidak bisa bekerja, mulut berbicara untuk meminta pertolongan pada orang lain. Kerja sama yang sempurna bukan?

Jika memiliki manfaat besar, bukankah kita seharusnya memperbanyak bicara dan bekerja sekaligus? Dan kita mempunyai akal dan hati untuk tahu kapan saatnya bicara, kapan saatnya bekerja, dan kapan keduanya dilakukan sekaligus..